Resensi Novel
Judul Buku : Soe Hok Gie :Catatan Seorang Demonstran
Penulis : Daniel Dhakidae, dkk.
Penerbit : LP3ES
Tahun Terbit : 1989
Diangkat dari catatan harian Soe Hok Gie yang lahir pada 17 Desember 1942 dapat dikumpulkan dan dibukukan dengan judul “Soe Hok Gie: Catatan Seorang demosntran”. Sebenarnya banyak buku lain yang menyingkap tentang kehidupan Soe Hok Gie, diantaranya Orang orang dipersimpangan jalan, Di bawah lentera merah, dll. Dalam buku ini diceritakan tentang biografi Soe Hok Gie dari masa orde lama sejak order baru, dan bahkan dia pula ikut andil besar dalam kehancuran Orde Lama dan munculnya orde baru.
Soe Hok Gie adalah seorang yang tangguh dalam memegang prinsipnya. Bahkan tak jarang kritikan pedas dia lontarkan kepada siapa saja hanya untuk kemajuan dan keadilan di Negara Indonesia . Soe Hok Gie kerap kali menjadi sasaran dan sering ingin disingkirkan.
“Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan, yang kedua mati muda, dan yang tersial adalah mati tua” itulah yang sering diucapkan Soe Hok Gie dan mungkin berdampak besar pada kematian Soe Hok Gie yang meninggal pada usia 27 tahun kurang sehari tepatnya pada tanggal 16 Desember 1969. Dan masih banyak kata – kata Soe Hok Gie salah satunya adalah Lebihbaik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan, yang mana dari situlah kemungkinan Soe Hok Gie mempunyai sifat yang kritis dan tidak kenal ampun dalam memberi kritik. Seharusnya sifat Soe Hok Gielah yang seharusnya ada dalam jiwa setiap individu di Negara Indonesia, Soe Hok Gie yang hidup pada masa orde baru dan kebebasan pers sangat dibatasi saja mampu untuk bicara dan mengutarakan pendapatnya walau pedas, lalu bagaimana dengan sekarang??.
Dalam buku Soe Hok Gie: Catatan Seorang demonstran diceritakan tentang perjuangan Soe Hok Gie dalam memperjuangkan kebebasan dan keadilan sosial yang telah dijadikan Slogan pemerintah sebagai bumbu politik dan mampu menjadi kenyataan oleh Soe Hok Gie. Bahkan dia mau memberi kepada orang yang bukan pengemis tapi kelaparan dan ironisnya dia ada di 2km sebelah Istana Kepresidenan yang mana adalah tempat dimana makanan ada dan disuguhkan kapan saja. Soe Hok Gie membuktikan jiwa sosialnya dengan memberi uang 2,5 rupiah yang mana uang tersebut sangat berharga dan uang terakhir yang dimilikinya. (hlm 7).
Banyak dari teman Soe Hok Gie dalam seperjuangan untuk menegakkan keadilan Sosial menjadi orang berada, awalnya mereka sangat ingin menegakkan keadilan ketika mereka duduk di parlemen, namun mereka lupa akan janjinya ketika sudah duduk di parlemen dan mengingkari janji mereka ketika seperjuangan. Soe Hok Gie adalah orang Netral. Dia tidak berpihak kepada siapapun dia bukan PNI, Golkar, dan bukan juga PKI. Teman seperjuangan dan teman masa kecilnya mempunyai anggapan dengan mereka maasuk ke dalam parlemen akan mampu mengubah Indonesia . Dan tanpa disangka – sangka peristiwa G30S PKI telah membuat teman Soe Hok Gie semasa kecil terbunuh dan tidak diketahui mayatnya.
Soe Hok Gie juga ikut berperan dalam pendirian Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) yang mana salah satu dari kegiatan mereka adalah naik gunung. Dan gunung terakhir yang didaki Soe Hok Gie adalah Semeru dan akhirnya membuat Soe Hok Gie meninggal karena menghirup gas beracun. Sebelumnya dia mengirim bedak kepada parlemen untuk mengkritik parlemen yang suka menjilat dan menyembunyikan tujuan Politik saat sebelum diangkat. Soe Hok Gie adalah lulusan UI dan pernah pergi ke Australia . Di australia salah satu piringan kesukaannya disita saat di Bandara. Soe Hok Gie adalah sosok yang tegar dan berani. Dia pula tidak rakus dalam pekerjaan. Ketika SMA dia pernah berselisih dengan salah satu gurunya dan mengakibatkan dia dikeluarkan dari SMA tersebut gara – gara dia tidak mau meminta maaf kepada gurunya karena dia merasa benar. Ketika akan memberi pelajaran kepada gurunya, Soe Hok Gie tersadar ketika saat melihat gurunya berada di rumah. Dan disana dia sadar….
Banyak kata – kata Soe Hok Gie yang sangat pedas dan pernah dimuat di majalah terkemuka, Kompas, dll. Karena semasa hidupnya dia sering membuat artikel – artikel pada majalah tersebut. Soe Hok Gie sering merasa kalau dia sendiri, namun dia salah. Banyak orang yang kagum dengan dirinya dan berharap bisa ikut. Namun dia Tidak Tahu……
“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan…”
Kelebihan Buku
Dengan sumber buku yang merupakan Biografi seseorang dapat membuktikan kalau isi buku adalah 100 % nyata dan tanpa bumbu. Ditambah dengan kutipan dari kata – kata Soe Hok Gie dan catatan harian Soe Hok Gie yang dicatatnya membuat buku ini adalah sebuah perjalanan Hidup Soe Hok Gie. Buku ini sangat bagus untuk motivasi agar kita bisa berani dalam mengutarakan pendapat dan tidak takut pada kemunafikan, dan tidak memandang apapun ketika bertindak. Dengan buku ini kita bisa mampu menumbuhkan nasionalisme meskipun tertulis bahasanya yang keras namun itu membuat semangat membara “Potong kaki dan tangannya, lalu masukkan pada peti 3 x 2 meter itulah kebebasan pers di Indonesia ”
Kekurangan Buku
Banyak Istilah asing yang digunakan, sehingga membuat pembaca jadi tidak bersemangat untuk meneruskan membaca ketika menemukan istilah sulit. Karena bukunya yang merupakan edisi 80an maka buku ini tidak lagi di produksi atau dicetak ulang, sehingga untuk mendapatkan buku ini tergolong sulit. Dan kekurangan yang lain adalah penggunaan bahasanya yang kasar, maklum karena ini pembuatannya dan kejadiannya pada masa lalu yang belum ada EYD.
